Untung Rp 15 T, Pertamina Dinilai Lebih Baik Dibandingkan Perusahaan Migas Dunia
Laba bersih Rp 15 Triliun yang diraih Pertamina pada 2020 menuai pujian. Terlebih, karena saat pandemi Covid 19, banyak perusahaan migas dunia yang justru mengalami kerugian hebat. Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng bahkan menyebut, dalam kondisi tekanan pandemi seperti sekarang, Pertamina memiliki manajemen keuangan yang lebih baik dibandingkan perusahaan migas lain.
“Dalam situasi pandemi, manajemen keuangan Pertamina lebih baik dibandingkan perusahaan multinasional. Pertamina bisa keluar dari zona keterpurukan, sedangkan perusahaan lain tidak. Bahkan, banyak perusahaan migas juga melakukan pemutusan hubungan kerja. Pertamina sama sekali tidak. Padahal, yang juga berbahaya bagi perusahaan minyak, selain kerugian adalah PHK,” kata Salamuddin kepada media hari ini. Pada 2020, banyak perusahaan migas dunia memang mengalami kerugian. Sebut saja Shell yang merugi hingga USD 21,68 Miliar, BP yang rugi USD 20,31 Miliiar, Exxon Mobil yang mengalami kerugian hingga USD 22,44 Miliar. Total dengan kerugian mencapai USD 7,24 Miliar, Chevron yang rugi sampai USD 5,5 Miliar, ENI dengan kerugian USD 9,53 Miliar, dan Petronas dengan kerugian mencapai USD 5,54 Miliar. Bahkan kerugian BP, merupakan yang terparah dalam 10 tahun terakhir. Menurut Salamuddin, laba bersih Rp 15 Triliun yang diperoleh Pertamina tak lepas dari kemampuan BUMN tersebut menurunkan beban perusahaan. Dalam hal ini, beban pokok penjualan dan beban lain turun dari 46,6 menjadi 34,5.
“Penurunan mencapai US$12,1 Miliar atau Rp 175,5 triliun. Jadi, luar biasa kemampuan Pertamina menurunkan beban,” imbuh Salamuddin. Penurunan beban tersebut, menurut Salamuddin sangat penting. Terlebih, dibandingkan 2019, sebenarnya pendapatan Pertamina turun 2020 US$ 13,3 Miliar. Dari US$ 54,7 Miliar pada 2019 menjadi US$ 41,4 Miliar pada 2020. “Kalau bukan Pertamina, kehilangan 25 persen pendapatan yang angkanya ratusan triliun sudah pasti akan membuat perusahaan manapun langsung gulung tikar,” jelasnya.
Konsep manajemen keuangan Pertamina seperti itulah, yang menurut Salamuddin perlu menjadi contoh. Termasuk oleh BUMN lain. “Jadi, tidak ada masalah dengan penurunan penjualan sebesar apapun. Yang penting, kemampuan BUMN menurunkan beban biaya,“ pungkasnya. (*)